Penerapan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) bertujuan untuk mengurangi risiko kebocoran data yang telah menjadi perhatian utama bagi berbagai perusahaan teknologi di Indonesia. Dengan meningkatnya ancaman siber secara global, Indonesia juga menghadapi tantangan serupa, terutama dalam sektor perbankan dan platform digital yang sering mengalami insiden kebocoran data.
UU PDP mencakup aspek-aspek krusial yang sebelumnya kurang diperhatikan dalam regulasi terkait data. Undang-undang ini mengatur berbagai tahapan pengelolaan data pribadi, mulai dari proses pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, hingga penghapusan data. Selain itu, undang-undang ini memberikan hak kepada individu untuk mengakses, mengoreksi, serta menghapus data pribadi mereka jika diperlukan.
Dalam Pasal 1 ayat 2, UU PDP mendefinisikan perlindungan data pribadi sebagai upaya untuk menjaga data dalam seluruh proses pengelolaan guna memastikan hak konstitusional subjek data tetap terlindungi. Undang-undang ini juga mengatur mekanisme penggunaan dan distribusi data oleh pihak lain.
Klasifikasi Data Pribadi
UU PDP membedakan data pribadi menjadi dua kategori utama:
- Data Pribadi Umum, yang mencakup informasi dasar seperti nama, alamat, status pernikahan, agama, dan nomor telepon.
- Data Pribadi Spesifik, yang terdiri dari informasi sensitif seperti data kesehatan, biometrik, serta catatan kriminal.
Hak Pemilik Data
Salah satu elemen kunci dalam UU PDP adalah penguatan hak individu atas data pribadinya. Setiap orang berhak mengetahui bagaimana data mereka digunakan, siapa yang memiliki akses terhadapnya, serta dapat mengajukan perbaikan atau bahkan penolakan terhadap penggunaan data. Selain itu, individu juga memiliki hak untuk meminta penghapusan data pribadi mereka.
Tanggung Jawab Pengelola Data
UU PDP mengatur kewajiban perusahaan dan lembaga yang mengelola data pribadi untuk menjamin keamanannya serta mencegah penyebaran tanpa izin. Dalam kasus kebocoran data, pihak pengelola diwajibkan untuk segera memberikan pemberitahuan dan dapat dikenakan sanksi jika terbukti lalai. Selain itu, undang-undang ini mensyaratkan adanya persetujuan eksplisit dari pemilik data sebelum informasi mereka dapat dikumpulkan atau diproses oleh perusahaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan transparansi dalam pemanfaatan data.
Pejabat Data: Tanggung Jawab Baru
Salah satu dampak signifikan dari implementasi UU PDP adalah kewajiban bagi perusahaan di berbagai sektor untuk menunjuk pejabat khusus yang bertanggung jawab atas perlindungan data pribadi pelanggan. Pejabat Perlindungan Data atau Data Protection Officer (DPO) memiliki tugas utama untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi serta menerapkan langkah-langkah keamanan yang memadai dalam pengelolaan data.
Perusahaan kini dituntut untuk mengadopsi sistem manajemen data yang sesuai dengan standar keamanan digital yang telah ditetapkan. Mereka harus menyesuaikan operasional dan sumber daya manusia guna menghindari sanksi berat akibat pelanggaran regulasi.
Sanksi atas Pelanggaran UU PDP
Pelanggaran terhadap UU PDP dapat dikenakan berbagai sanksi, baik dalam bentuk pidana maupun administratif. Beberapa di antaranya meliputi:
Sanksi Pidana
- Penggunaan data pribadi tanpa izin dapat dikenakan hukuman penjara hingga 6 tahun.
- Pengumpulan data secara ilegal berpotensi mengakibatkan hukuman penjara hingga 5 tahun.
- Penyalahgunaan data yang menyebabkan kerugian dapat berujung pada hukuman penjara hingga 7 tahun.
Sanksi Denda
- Pelanggaran terkait penyalahgunaan data untuk keuntungan pribadi dapat dikenai denda hingga Rp 6 miliar.
- Kebocoran data yang disebabkan oleh kelalaian dapat dikenakan denda sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
Sanksi Administratif
- Perusahaan yang tidak mematuhi regulasi dapat dikenai teguran, pembatasan atau penghentian pengolahan data, hingga pencabutan izin usaha.
- Pemilik data yang merasa dirugikan berhak menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang terjadi.
Dengan diberlakukannya UU PDP, perusahaan harus semakin serius dalam menerapkan kebijakan perlindungan data guna menghindari risiko hukum serta membangun kepercayaan pelanggan dalam era digital yang semakin berkembang.
Leave a Reply